Berdiri sejak 1930, Zangrandi jadi kedai es krim tertua di Surabaya dan salah satu yang tertua di Indonesia. Ciri khas bangunan masih sama, rasa tetap sama.
Saat melintas di Jalan Yos Sudarso Surabaya, tepat di seberang Balai Pemuda Surabaya ada bangunan cukup mencolok. Khas desain bangunan tua. Pagar, tiang bangunan, kursi, gaya bangunan bukan desain kekinian. Klasiknya bangunan bertuliskan Graha Es Krim Zangrandi tersebut dibuktikan dengan ditetapkannya bangunan tersebut sebagai cagar budaya sejak 2009 silam. Artinya, tidak boleh dirombak dan bakal terus dijaga keasliannya. Interior kedai dengan dominasi warna merah dan krem, bangunan luar, hingga kursi rotan yang jadi khasnya tak boleh berubah. Tak hanya bangunannya, fungsi bangunan juga tak berubah. Dari dulu, jadi kedai es krim khas Italia. Eksis dan laris sampai saat ini. Rasa tetap sama. Direktur Kedai Es Krim Zangrandi, Tjoe Kwok Lung menceritakan, kedai es krim tersebut berdiri sejak 1930. “Jadi saksi sejarah sejak masa kolonial hingga era milenial seperti saat ini,” ucap pria yang akrab disapa Lukas tersebut. Dirinya menyebut, sebelum di jalan Yos Sudarso no 15, Zangrandi sebelumnya berdiri pertama kali di Jalan tunjungan 55 dengan nama Tutti Frutti. Sejarahnya, kedai tersebut didirikan oleh keluarga berkebangsaan Italia bernama Roberto Zangrandi. Dari namanya, Zangrandi berasal. Es krimya diracik dari resep yang diciptakaan oleh istri Roberto Zangrandi atau popular dengan sebutan Mevrouw Zangrandi. Pada tahun 1960, keluarga Roberto Zangrandi pulang ke negara asal mereka. Kemudian kedai dan resep es krimnya dibeli oleh sahabatnya yang bernama Aditanumulia. Sejak dibeli Aditanumulia, nama kedai berganti nama menjadi Graha Es Krim Zangrandi. “Saat ini dikelola oleh generasi ketiga,” katanya. Sejak pertama berdiri, Lukas menyebut Zangrandi mempertahankan resep aslinya. Bahan bahan yang digunakan pun alami dan tanpa pengawet. “Inilah yg menjadi daya tarik utamanya. Es krim bercita rasa jadul, lezat dan dapat dinikmati dari generasi ke generasi,” jelasnya. Filosofinya, akar tidak boleh dicabut, karena sekali akar dicabut, pohon akan mati. Intinya resep masakan, bentuk bangunan, history zangrandi, nuansa interior, tetap dipertahankan dengan style Zangrandi sejak jaman dulu. Bahkan desain piring dan gelasnya sama. Meski hampir seratus tahun, sampai saat ini tetap dicari pecintanya. F&B Manager Zangrandi, Simon Cristian menambahkan, sampai saat ini Zangrandi jadi jujukan. Terutama warga luar kota yang berkunjung ke Surabaya. “Biasanya juga warga yang punya kenangan dengan Surabaya, sejak muda langganan di sini, kalau ke Surabaya selalu mampir,” katanya. Banyak juga bule yang datang. “Sampai ada yang beli piring khas untuk di bawa ke negaranya, bahkan rela beli dengan harga mahal karena kenangannya,” ceritanya. Dalam sehari, rata-rata ada 150 pengunjung. Paling banyak bisa tembus 300 pengunjung. Sampai antre. Apalagi, ulasan di google sudah tembus 10,5 ribu dengan rating 4,6. (*)