SIDOARJO – afeksi.com – Di tengah kesibukan tahun politik, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sidoarjo membuat sebuah gebrakan bersejarah. Untuk pertama kalinya, mereka menerbitkan sebuah buku yang mendokumentasikan suka duka pengawasan pemilu di wilayah yang dikenal sebagai Kota Delta. Buku ini berjudul Kisah Penjaga Suara Warga Kota Delta, Potret Pengawas Adhoc Pemilu 2024 di Kabupaten Sidoarjo.
Buku setebal 134 halaman ini merupakan hasil kolaborasi antara tiga penulis, yaitu Komisioner Bawaslu Fathur Rohman, Agisma Dyah Fastari, dan seorang akademisi dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Mohammad Afiffudin. Bukan sekadar kumpulan laporan formal, buku ini menyuguhkan narasi mendalam tentang perjalanan panjang dan tantangan yang dihadapi para pengawas pemilu.Fathur Rohman, salah satu penulis sekaligus inisiator buku, menjelaskan bahwa ide penulisan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Bawaslu RI. Selama ini, hasil pengawasan pemilu hanya disampaikan dalam bentuk laporan tertulis yang sering kali tidak sampai kepada masyarakat luas. “Khusus tahun ini kami membuat buku agar kerja pengawasan ini bisa terdokumentasi dan dinikmati oleh publik,” ujar Fathur.
Dalam buku ini, berbagai kisah dari lapangan diangkat dengan detail. Salah satu yang menjadi sorotan adalah sulitnya pengiriman logistik pemilu ke wilayah terpencil seperti Kepetingan dan Kalikajang. Jarak yang jauh dan akses yang terbatas memaksa pengiriman dilakukan dengan menggunakan perahu. Tak jarang, para pengawas harus berjibaku dengan ombak dan cuaca buruk demi memastikan logistik tiba tepat waktu.Selain itu, buku ini juga mengangkat bagaimana para pengawas berperan aktif dalam mencegah potensi pelanggaran pemilu. Langkah-langkah pencegahan ini diceritakan dengan gaya narasi yang menggambarkan suasana di lapangan, termasuk bagaimana pengawas harus berhadapan dengan berbagai kendala teknis dan dinamika sosial masyarakat.
Bukan hanya itu, buku ini juga memuat sejarah terbentuknya Bawaslu Sidoarjo serta berbagai catatan unik tentang karakteristik wilayah Sidoarjo yang ternyata sebagian besar merupakan pemerintahan desa. “Sidoarjo sering disebut sebagai penyangga ibu kota Provinsi Jawa Timur. Namun, di sisi lain, 90 persen wilayahnya justru berbasis pemerintahan desa, yang beberapa di antaranya memiliki akses yang sangat sulit dijangkau,” ungkap Agung Nugraha, Ketua Bawaslu Sidoarjo.
Menurut Agung, penerbitan buku ini juga menjadi bentuk apresiasi bagi para pengawas Adhoc—Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam), Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan Pengawas Desa—yang telah bekerja keras di lapangan. “Tangis dan tawa selama proses Pemilu alangkah indahnya jika tercatat. Buku ini adalah penghargaan bagi mereka yang bekerja di balik layar, menjaga suara rakyat,” katanya.
Ia berharap buku ini menjadi momentum awal bagi Bawaslu untuk terus mendokumentasikan kerja-kerja pengawasan secara lebih terbuka. “Banyak sekali cerita menarik dan inspiratif dari proses pengawasan ini. Buku ini adalah upaya kami untuk menyampaikan catatan-catatan itu kepada masyarakat,” tambah Agung.
Menghidupkan Cerita Pemilu dengan NarasiDibandingkan laporan formal, buku ini membawa pembaca menyelami dunia pengawasan pemilu dengan cara yang lebih personal dan emosional. Setiap bab mengisahkan tantangan dan dinamika yang dialami para pengawas, mulai dari pengorbanan fisik hingga ketegangan emosional. Buku ini berhasil menggambarkan pengawasan pemilu bukan sekadar pekerjaan administratif, melainkan sebuah perjuangan untuk memastikan demokrasi berjalan dengan adil dan transparan.
Keberhasilan Bawaslu Sidoarjo menerbitkan buku ini tentu menjadi inspirasi bagi lembaga serupa di daerah lain. Tidak hanya sebagai dokumentasi, tetapi juga sebagai sarana edukasi dan refleksi bagi masyarakat, bahwa menjaga suara rakyat adalah tugas yang penuh dedikasi dan pengorbanan. (Afeksi.com)