Permudah Layanan Perpajakan, DJP Siap Luncurkan CoretaxDalam rangka optimalisasi penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) segera meluncurkan sistem Coretax apa awal tahun 2025 mendatang. Coretax merupakan sistem admnistrasi layanan Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan kemudahan bagi pengguna. Pembangunan Coretax merupakan bagian dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018. Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) merupakan proyek rancang ulang proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi yang berbasis COTS (Commercial Off-the-Shelf) disertai dengan pembenahan basis data perpajakan.“Dengan Coretax, DJP akan mengadopsi teknologi berbasis big data analytics dan machine learning untuk meningkatkan efisiensi pelayanan sekaligus memperketat pengawasan,” ujar Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III, Tri Bowo, dalam acara Media Gathering di Cemara Ballroom, Malang, Jawa Timur, Kamis (21/11/2024).
Pembangunan Coretax bertujuan memodernisasi sistem administrasi perpajakan. Coretax akan mengintegrasikan seluruh proses bisnis inti administrasi perpajakan, mulai dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak. Wajib pajak dapat mulai menggunakan sistem Coretax untuk mengakses berbagai layanan perpajakan seperti DJP Online, e-Faktur, e-Nofa, e-Bupot, e-Filing, dan e-Registration menjadi satu platform terpadu.Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Vincentius Sukamto menjelaskan saat ini edukasi Coretax telah memasuki tahap III dengan melibatkan lebih dari 89.000 wajib pajak di seluruh Indonesia. Edukasi tahap III ini ditandai dengan peluncuran media edukasi berupa simulator Coretax berbasis internet. Simulator ini dapat diakses melalui situs pajak.go.id sehingga wajib pajak dapat mempelajari dan memahami cara kerja Coretax sebelum sistem diluncurkan secara resmi. Tak hanya itu, DJP juga menyediakan 55 video tutorial dan 19 handbook sebagai sarana belajar mandiri wajib pajak. Saat ini, video tutorial telah diunggah secara bertahap dan dapat diakses pada kanal YouTube @DitjenpajakRI, sementara handbook dapat diakses pada situs pajak.go.id/reformdjp/coretax/.
Hingga Oktober 2024, Realisasi Penerimaan DJP Jatim III Surplus Rp1,90 triliun dibanding tahun 2023Kanwil DJP Jawa Timur III mendapatkan target penerimaan pajak sebesar Rp38,863T, meningkat sebesar 18,24% dibanding realisasi tahun 2023 sebesar Rp32,858 triliun. Target ini telah dibagi ke seluruh kantor pajak dari Banyuwangi sampai Tulungagung. Per Oktober 2024, realisasi penerimaan sebesar Rp28.73T (73,94%) dari target. Realisasi tumbuh positif sebesar 7,09% atau surplus Rp1,90 triliun dibanding tahun 2023. Berdasarkan penerimaan per jenis pajak, PPN dan PPnBM memiliki kontribusi terbesar (66,23%), kemudian disusul dengan Pajak Penghasilan (PPh) (32,36%), dan PBB (0,39%). PBB yang dimaksud merupakan pajak pusat seperti PBB sektor perkebunan, pertambangan, dan lainnya, serta tidak termasuk PBB yang dikelola oleh pemda seperti pajak tanah dan bangunan. PPN dan PPnBm, serta PBB mengalami pertumbuhan yang positif, namun PPh mengalami koreksi negatif karena adanya penurunan setoran PPh Badan sebesar 29,55%.Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Hadinengrat Nusantoro menjelaskan meski realisasi Kanwil DJP Jawa Timur III tumbuh positif, namun masih terdapat beberapa tantangan yang dihadapi, seperti penurunan setoran PPh Badan yang cukup signifikan dan pertumbuhan ekonomi yang di bawah target.
“Sampai dengan Oktober 2024, penurunan setoran PPh Badan sebesar Rp1,28T. Tren negatif ini akan akan berlanjut sampai bulan Desember, sehingga kami harus mengoptimalkan penerimaan dari jenis pajak lainnya. Selain itu, sampai dengan Triwulan III-2024, perekonomian Jawa Timur mengalami pertumbuhan yang cukup rendah, yaitu sebesar 4,90% dengan inflasi sebesar 1,66%,” ujar Hadi.Kenaikan PPN 1% Untuk Perkuat Kapasitas Fiskal NegaraPemerintah mewacanakan pertambahan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan tarif ini bukan suatu hal yang mendadak, namun sudah tertuang Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kenaikan tarif ini juga telah memperhatikan kajian ilmiah yang melibatkan akademisi dan praktisi.